Budaya organisasi sangatlah penting bagi spesialis HR dalam memahami konsep budaya organisasi. Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berperilaku dan harus menjadi patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini terkait dengan bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi dan bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi.
Pengertian Budaya Organisasi
Dalam buku Handbook of Human Resource Management Practice oleh Michael Armstrong pada tahun 2009, budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Nilai adalah apa yang diyakini bagi orang-orang dalam berperilaku dalam organisasi. Norma adalah aturan yang tidak tertulis dalam mengatur perilaku seseorang.
Pengertian di atas menekankan bahwa budaya organisasi berkaitan dengan aspek subjektif dari seseorang dalam memahami apa yang terjadi dalam organisasi. Hal ini dapat memberikan pengaruh dalam nilai-nilai dan norma-norma yang meliputi semua kegiatan bisnis, yang mungkin terjadi tanpa disadari. Namun, kebudayaan dapat menjadi pengaruh yang signifikan pada perilaku seseorang. Berikut adalah beberapa pengertian dari budaya organisasi:
•Budaya organisasi mengacu pada hubungan yang unik dari norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan cara berperilaku yang menjadi ciri bagaimana kelompok dan individu dalam menyelesaikan sesuatu.
•Budaya merupakan sistem aturan informal yang menjelaskan bagaimana seseorang berperilaku dalam sebagian besar waktunya.
•Budaya Organisasi adalah sebuah pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan dalam berperilaku dalam organisasi. Dimana akan diturunkan kepada anggota baru sebagai cara bagaimana melihat, berpikir, dan merasa dalam organisasi.
•Budaya adalah keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang dipegang dan ada dalam sebuah organisasi.
Budaya itu sulit untuk didefinisikan karena memiliki struktur yang multidimensi dengan komponen yang berbeda pada setiap tingkat. Budaya juga bersifat dinamis dan selalu berubah dan menjadi relatif stabil pada jangka waktu yang singkat. Perlu waktu dalam merubah suatu budaya terutama dalam budaya organisasi.
Budaya merupakan alat perekat sosial dan menghasilkan kedekatan, sehingga dapat memperkecil diferensiasi dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi juga memberikan makna bersama sebagai dasar dalam berkomunikasi dan memberikan rasa saling pengertian. Jika fungsi budaya ini tidak dilakukan dengan baik, maka budaya secara signifikan dapat mengurangi efisiensi organisasi.
Pengertian Budaya Organisasi - Manusia adalah makhluk yang
berbudaya, setiap aktifitasnya mencerminkan sistem kebudayaan yang
berintegrasi dengan dirinya, baik cara berpikir, memandang sebuah
permasalahan. Pengambilan keputusan dan lain sebagainya.
Budaya Organisasi Menurut Para Ahli-
Kata budaya (Culture) sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau
disiplin ilmu Antropologi ; yang oleh Killman . et. Al (dalam Nimran,
2004 : 134) diartikan sebagai Falsafah, ideologi, nila-nilai, anggapan,
keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat
suatu masyarakat.
Kini konsep tersebut telah pula mendapat tempat dalam perkembangan ilmu perilaku organisasi, dan menjadi bahasan yang penting dalam literatur ilmiah dikedua bidang itu dengan memakai istilah budaya organisasi
Menurut Robbins (1999 : 282) semua organsasi mempuyai budaya yang tidak
tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat
diterima dengan baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan
berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan
memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya
Gibson (1997 : 372) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut
Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan budaya dalam
sebuah organisasi,, dari yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai
pada yang tersembunyi. Schein (dalam Mohyi 1996: 85) mengklasifikasikan
budaya organisasi dalam tiga kelas, antara lain :
1. Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan,
perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2. Nilai-nilai yang mendukung
Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi
3. Asumsi dasar
Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka
Sementara Lundberg (dalam Mohyi, 1999:196)dalam studinya yang melanjutkan penelitian (pendapat) Schein dan menjadikan tingkatan budaya organisasi sebagai topik utama mengklasifikasikan budaya organisasi dalam empat kelas, yaitu
1) Artefak
Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi
2) Perspektif
Perspektif adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota menyadari perspektif ini.
3) Nilai
Nilai ini lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat organisasi dalam menjalankan misinya
4) Asumsi
Asumsi ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai
Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi budaya pada umumnya sukar dibedakan dengan fungsi budaya kelompok atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Menurut Ndraha (1997 : 21) ada beberapa fungsi budaya, yaitu :
- Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
- Sebagai pengikat suatu masyarakat
- Sebagai sumber
- Sebagai kekuatan penggerak
- Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
- Sebagai pola perilaku
- Sebagai warisan
- Sebagai pengganti formalisasi
- Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
- Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation – state
Sedangkan menurut Robbins (1999:294) fungsi budaya didalam sebuah organisasi adalah :
- Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas
- Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi
- Budaya mempermudah timbulnya komitmen
- Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial
Membangun dan Membina Budaya Organisasi
Kebiasaan pada saat ini, tradisi, dan cara-cara umum untuk melaksanakan pekerjaan kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya dan tingkat keberhasilan dari usaha-usaha yang telah dilakukan. Ini membawa kita kepada sumber utama dari budaya sebuah organisasi yaitu para pendirinya
Para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang penting dalam pembentukan budaya awal organisasi, karena para pendiri tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ide awal, mereka juga biasanya mempunyai bias tentang bagaimana ide-ide tersebut harus dipenuhi. Menurut Robbins (1999: 296) Budaya organisasi merupakan hasil dari interaksi antara
- Bias dan asumsi pendirinya
- Apa yang telah dipelajari oleh para anggota pertama organisasi, yang dipekerjakan oleh pendiri
Tahapan-tahapan pembangunan budaya organisasi dapat diidentifikasikan sebagai berikut : (Nimran , 2004: 137)
- seseorang (biasanya pendiri) datang dengan ide atau gagasan tentang sebuah usaha baru
- pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan para pemikir, dan menciptakan kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri
- kelompok inti memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha dan lain sebagainya
- orang-orang lain dibawa kedalam organisasi untuk berkarya bersama-sama dengan pendiri dan kelompok inti, memulai sebuah sejarah bersama
Begitu juga Nimran (2004: 138) menulis bahwa pembinaan budaya organisasi dapat dilakukan dengan serangkaian langkah sosialisasi berikut :
- seleksi pegawai yang obyektif
- penempatan orang dalam pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan dan bidangnya (the right man on the place)
- perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman
- pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai
- penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting
- cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan
- pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi
Hafidhuddin et. al (2003:60) menyebutkan bahwa, pencipta budaya
adalah seorang pemimpin . Setiap pemimpin pasti memiliki visi dan misi
tertentu yang kemudian disebarkan ke bawahannya lalu menjadi
kebiasaan-kebiasaan dan pada akhirnya hal ini menjadi budaya,
Rasulullah SAW memandang orang lain sebagai manusia yang seutuhnya
artinya bahwa Rasulullah tidak membeda-bedakan derajat seseorang,
meskipun itu bawahan, misalnya : Rasulullah menganggap pambantu rumah
tangga beliau sebagai saudara, implikasinya apa yang dimakan oleh
pembantu sama dengan apa yang dimakan oleh Rasulullah begitu pula yang
dipakai. Jika setiap pemimpin perusahaan melakukan hal yang sama, maka
hasilnya akan lebih baik, karena jika suasana kerja sudah terbentuk
dengan suasana yang kondusif maka karyawan akan lebih menikmati
pekerjannya, kemudian muncul kreatifitas-kreatifitasnya.
Sikap Rasulullah yang penyayang berdasarkan pada Al-Qur’an surat Ali-Imran :159
Artinya:
“Maka disebabkan rahmat dsari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mareka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka. Mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabiila kamu telah membulatkan tekat, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Tipologi budaya organisasi
Beberapa metode telah digunakan untuk mengklasifikasikan budaya organisasi.Ada yang dijelaskan di bawah ini:
Beberapa metode telah digunakan untuk mengklasifikasikan budaya organisasi.Ada yang dijelaskan di bawah ini:
Hofstede (1980) menunjukkan bahwa ada budaya nasional dan regional
kelompok yang mempengaruhi perilaku organisasi. Hofstede mencari
perbedaan nasional antara lebih dari 100.000 karyawan IBM di berbagai
belahan dunia, dalam upaya untuk menemukan aspek budaya yang mungkin
mempengaruhi perilaku bisnis. Hofstede mengidentifikasi empat defenisi
budaya dalam studinya tentang pengaruh nasional:
• Power jarak Tingkat dimana masyarakat mengharapkan ada akan perbedaan tingkat kekuasaan. Sebuah nilai yang rendah mencerminkan pandangan bahwa semua orang harus memiliki hak yang sama.
• Ketidakpastian menghindari mencerminkan sejauh mana masyarakat menerima ketidakpastian dan risiko.
• Individualisme vs kolektivisme – individual adalah kontras dengan kolektivisme , dan mengacu pada sejauh mana orang diharapkan untuk berdiri sendiri, atau alternatif bertindak dominan sebagai anggota kelompok atau organisasi.Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa individualisme yang tinggi belum tentu berarti kolektivisme yang rendah, dan sebaliknya. Penelitian menunjukkan bahwa kedua konsep ini sebenarnya tidak berhubungan. Beberapa orang dan budaya mungkin memiliki keduanya individualisme tinggi dan kolektivisme tinggi, misalnya.Seseorang yang sangat menghargai tugas ke grup nya tidak selalu memberikan prioritas yang rendah untuk kebebasan pribadi dan swasembada
• Maskulinisme vs feiminisme mengacu pada nilai ditempatkan pada laki-laki atau perempuan nilai-nilai tradisional.Male nilai misalnya termasuk daya saing, ketegasan, ambisi, dan akumulasi harta kekayaan dan materi.
Deal dan Kennedy mendefinisikan budaya organisasi sebagai cara hal-hal yang bisa dilakukan di sini ini. Dalam kaitannya dengan umpan balik akan berarti respon yang cepat dan terukur organisasi juga di ition, seperti calon atau militer penerbangan minyak.
• Budaya Proses terjadi dalam organisasi di mana ada atau tidak ada sedikit feedback. Orang-orang menjadi macet dengan bagaimana hal-hal yang dilakukan tidak dengan apa yang ingin dicapai.Meskipun mudah untuk mengkritik budaya ini karena terlalu berhati-hati atau terjebak dalam pita merah, mereka menghasilkan hasil yang konsisten, yang sangat ideal, misalnya, pelayanan publik.
Charles Handy (1985) mempopulerkan kerja 1972 dari Roger Harrison untuk melihat budaya yang beberapa sarjana telah digunakan untuk menghubungkan struktur organisasi dengan budaya organisasi. Dia menggambarkan empat jenis Harrison demikian:
• Power jarak Tingkat dimana masyarakat mengharapkan ada akan perbedaan tingkat kekuasaan. Sebuah nilai yang rendah mencerminkan pandangan bahwa semua orang harus memiliki hak yang sama.
• Ketidakpastian menghindari mencerminkan sejauh mana masyarakat menerima ketidakpastian dan risiko.
• Individualisme vs kolektivisme – individual adalah kontras dengan kolektivisme , dan mengacu pada sejauh mana orang diharapkan untuk berdiri sendiri, atau alternatif bertindak dominan sebagai anggota kelompok atau organisasi.Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa individualisme yang tinggi belum tentu berarti kolektivisme yang rendah, dan sebaliknya. Penelitian menunjukkan bahwa kedua konsep ini sebenarnya tidak berhubungan. Beberapa orang dan budaya mungkin memiliki keduanya individualisme tinggi dan kolektivisme tinggi, misalnya.Seseorang yang sangat menghargai tugas ke grup nya tidak selalu memberikan prioritas yang rendah untuk kebebasan pribadi dan swasembada
• Maskulinisme vs feiminisme mengacu pada nilai ditempatkan pada laki-laki atau perempuan nilai-nilai tradisional.Male nilai misalnya termasuk daya saing, ketegasan, ambisi, dan akumulasi harta kekayaan dan materi.
Deal dan Kennedy mendefinisikan budaya organisasi sebagai cara hal-hal yang bisa dilakukan di sini ini. Dalam kaitannya dengan umpan balik akan berarti respon yang cepat dan terukur organisasi juga di ition, seperti calon atau militer penerbangan minyak.
• Budaya Proses terjadi dalam organisasi di mana ada atau tidak ada sedikit feedback. Orang-orang menjadi macet dengan bagaimana hal-hal yang dilakukan tidak dengan apa yang ingin dicapai.Meskipun mudah untuk mengkritik budaya ini karena terlalu berhati-hati atau terjebak dalam pita merah, mereka menghasilkan hasil yang konsisten, yang sangat ideal, misalnya, pelayanan publik.
Charles Handy (1985) mempopulerkan kerja 1972 dari Roger Harrison untuk melihat budaya yang beberapa sarjana telah digunakan untuk menghubungkan struktur organisasi dengan budaya organisasi. Dia menggambarkan empat jenis Harrison demikian:
• Budaya Power yang memusatkan kekuasaaan di antara beberapa. Kontrol
memancar dari pusat seperti web. Kekuasaan dan pengaruh menyebar keluar
dari seorang tokoh sentral atau kelompok. Power keinginan dari orang
atas dan hubungan pribadi dengan yang penting individu lebih dari setiap
judul formal posisi. Power Budaya memiliki beberapa aturan dan sedikit
birokrasi ; keputusan yang cepat dapat terjadi.
• Dalam Budaya Peran, orang telah jelas mendelegasikan otoritas dalam
struktur didefinisikan tinggi. Biasanya, organisasi-organisasi membentuk
hirarki birokrasi. Power berasal dari posisi seseorang dan lingkup
kecil ada untuk daya ahli. Dikendalikan oleh prosedur, deskripsi dan
definisi peran otoritas. Diprediksi dan konsisten sistem dan prosedur
yang sangat dihargai.
• Sebaliknya, dalam Budaya Tugas, tim dibentuk untuk memecahkan masalah
tertentu. Power berasal dari keahlian selama tim membutuhkan
keahlian.Budaya ini sering menampilkan garis pelaporan ganda dari suatu
struktur matrik. Itu semua pendekatan tim kecil, yang sangat terampil
dan spesialis di pasar mereka sendiri pengalaman.
• Sebuah Budaya Orang ada di mana semua orang percaya diri lebih unggul
dari organisasi. Survival dapat menjadi sulit bagi organisasi seperti
itu, karena konsep organisasi menunjukkan bahwa sekelompok orang yang
berpikiran seperti mengejar tujuan organisasi.Beberapa kemitraan
profesional dapat beroperasi sebagai budaya orang, karena masing-masing
pasangan membawa keahlian tertentu dan klien bagi perusahaan.
Penjabaran Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif Dan Efektif
Menurut Taslimuharrom (2008) sebuah proses belajar dikatakan aktif (active learning) apabila mengandung:
Pembelajaran inovatif dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara mengintegrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis teknologi baru/maju ke dalam proses pembelajaran tersebut. Sehingga, terjadi proses renovasi mental, di antaranya membangun rasa pecaya diri siswa. Penggunaan bahan pelajaran, software multimedia, dan microsoft power point merupakan salah satu alternatif.
Membangun pembelajaran inovatif bisa dilakukan dengan cara-cara yang di antaranya menampung setiap karakteristik siswa dan mengukur kemampuan/daya serap setiap siswa. Sebagian siswa ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dan keterampilan dengan menggunakan daya visual (penglihatan) dan auditory (pendengaran), sedang sebagian lainnya menyerap ilmu dan keterampilan secara kinestetik (rangsangan atau gerakan otot dan raga). Dalam hal ini, penggunaan alat/perlengkapan (tools) dan metode yang relevan dan alat bantu langsung dalam proses pembelajaran merupakan kebutuhan dalam membangun proses pembelajaran inovatif.
Selain itu, dalam menerapkan pembelajaran yang inovatif diperlukan adanya beraneka ragam strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang studi.
Untuk mengetahui keefektifan sebuah proses pembelajaran, maka pada setiap akhir pembelajaran perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dimaksud di sini bukan sekedar tes untuk siswa, tetapi semacam refleksi, perenungan yang dilakukan oleh guru dan siswa, serta didukung oleh data catatan guru. Hal ini sejalan dengan kebijakan penilian berbasis kelas atau penilaian authentic yang lebih menekankan pada penilaian proses selain penilaian hasil belajar (Warta MBS UNICEF : 2006).
Sumber : http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012/06/29/pembelajaran-aktif-inovatif-kreatif-dan-efektif/
- 1. Pembelajaran Aktif
Menurut Taslimuharrom (2008) sebuah proses belajar dikatakan aktif (active learning) apabila mengandung:
- Keterlekatan pada tugas (Commitment)
- Tanggung jawab (Responsibility)
- Motivasi (Motivation)
- 2. Pembelajaran Inovatif
Pembelajaran inovatif dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara mengintegrasikan media/alat bantu terutama yang berbasis teknologi baru/maju ke dalam proses pembelajaran tersebut. Sehingga, terjadi proses renovasi mental, di antaranya membangun rasa pecaya diri siswa. Penggunaan bahan pelajaran, software multimedia, dan microsoft power point merupakan salah satu alternatif.
Membangun pembelajaran inovatif bisa dilakukan dengan cara-cara yang di antaranya menampung setiap karakteristik siswa dan mengukur kemampuan/daya serap setiap siswa. Sebagian siswa ada yang berkemampuan dalam menyerap ilmu dan keterampilan dengan menggunakan daya visual (penglihatan) dan auditory (pendengaran), sedang sebagian lainnya menyerap ilmu dan keterampilan secara kinestetik (rangsangan atau gerakan otot dan raga). Dalam hal ini, penggunaan alat/perlengkapan (tools) dan metode yang relevan dan alat bantu langsung dalam proses pembelajaran merupakan kebutuhan dalam membangun proses pembelajaran inovatif.
Selain itu, dalam menerapkan pembelajaran yang inovatif diperlukan adanya beraneka ragam strategi pembelajaran yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang studi.
- 3. Pembelajaran Kreatif
- 4. Pembelajaran Efektif
Untuk mengetahui keefektifan sebuah proses pembelajaran, maka pada setiap akhir pembelajaran perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi yang dimaksud di sini bukan sekedar tes untuk siswa, tetapi semacam refleksi, perenungan yang dilakukan oleh guru dan siswa, serta didukung oleh data catatan guru. Hal ini sejalan dengan kebijakan penilian berbasis kelas atau penilaian authentic yang lebih menekankan pada penilaian proses selain penilaian hasil belajar (Warta MBS UNICEF : 2006).
Sumber : http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012/06/29/pembelajaran-aktif-inovatif-kreatif-dan-efektif/