This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Translate

Pages

Rabu, 05 Maret 2014

Titik Terang(masa depan)

Jalan setapak kelam mencekam
Berjalan tanpa arah dan tujuan
Bebatuan kian menghadang
Mempersulit langkah untuk maju kedepan

Laksana rimba yang tak terlihat
Hidupku hancur dan berantakan
Apa lagi yang harus ku lakukan?
Untuk mencari jati diri yang hilang

Ah sudahlah.....
Itu pasti hanya angan
Aku sudah hilang arah
Mau dikata apa akupun tak ada tujuan

Sampai pada akhirnya aku dipertemukan
Oleh titik yang tak pernah kulihat dan aku pun tak tahu...
Aku yakin itu titik terang
Yang akan membawa ku pada diri ku yang baru



Induktif

Induktif adalah adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada, maka disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif.


A. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena – fenomena itu. Generalisasi akan mempunyai makna penting, jika kesimpulan yang diturunkan dari fenomena tadi bukan saja mencakup semua fenomena itu, tetapi juga harus berlaku pada semua fenomena-fenomena lain yang sejenis yang belum diselediki.
Mengenai data atau fakta dalam pengertian fenomenal individual tadi, selalu terarah kepada pengertian mengenai sesuatu hal yang individual. Dalam kenyataannya data atau fakta yang dipergunakan itu sebenarnya merupakan generalisasi juga , yang tidak lain dari sebuah hasil penalaran yang induktif.

Contoh : bila seseorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan pengangkut, maka pengertian mobil dan kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi juga. Dari bermacam-macam tipe kendaraan dengan ciri-ciri tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai mobil, sedangkan dari bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah abstraksi yang lebih tinggi (generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut.

Contoh lainnya:
(1) jika dipanaskan, besi memuai.
(2) Jika dipanaskan, tembaga memuai.
(3) Jika dipanaskan, emas memuai.
(4) Jika dipanaskan, platina memuai
(5) Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
Generalisasi sendiri dapat dibedakan menjadi loncatan induktif dan bukan loncatan induktif.

1. Loncatan induktif Generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Dengan demikian loncatan induktif dapat diartikan sebagai loncatan dari sebagian evidensi kepada seluruh suatu generalisasi yang jauh melampaui kemungkin yang diberi oleh evidensi-evidensi itu. Generalisasi semacam ini menagandung kelemahan dan mudah ditolak kalu terdapat evidensi-evidensi yang bertentangan. Tetapi jika sampel yang dipergunakan itu secara kualitatif kuat kedudukannya, maka generalisasi semacam itu juga akan kuat dan sahih sifatnya, apalagi jika bisa diperbanyak lagi fakta atau evidensi yang menunjang. Bila berdasarkan beberapa orang yang dijumpai suku A masih sangat terkebelakang, maka hal ini merupakan contoh yang jelas mengenai loncatan induktif.

2. Tanpa loncatan induktif Sebuah generalisasi tidak mengandung loncatan induktif bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.

Oleh karena itu, perbedaan antara generalisasi dengan loncatan induktif dan tanpa loncatan induktif sebenarnya terletak dalam persoalan jumlah fenomena yang diperlukan. Sebenarnya generalisasi merupakan proses yang biasa dilakukan oleh setiap orang. Bagi orang kebanyakan, generalisasi itu tidak lain dari penambahan setengah sadar akan hal-hal umum berdasarkan pengalamannya dari hari ke hari. Bila suatu waktu ia mendapat hardikan dari atasannya karena membuat kesalahan, maka belum ada sikap yang timbul pada dirinya.

Tetapi bila peristiwa semacam itu dialaminya berulang-ulang kali, juga dialami oleh kawan-kawan lainnya, maka mau tidak mau akan timbul suatu generalisasi mengenai atasan itu: Atasannya adalah seorang yang kejam. Arus baliknya akan menimbulakan suatu sikap : karena atasan ini seseorang yang kejam, maka jangan membuat kesalahan kecil sekalipun, agar tadak mendapat umpatan dan hardikan yang tidak perlu.

Proses untuk merumuskan sebuah generalisasi dapat digambarkan dalam skema berikut:
Karena generalisasi itu sering mendahului observasi atas sejumlah peristiwa yang cukup meyakinkan, maka perlu diadakan pengecekan atau evaluasi atas generalisasi tersebut. Pengujian atau evaluasi tersebut terdiri dari:

Harus diketahui apakah sudah cukup banyak jumlah peristiwa yang diselediki sebagai dasar generalisasi tersebut (ciri kuantitatif)
Apakah peristiwa-peristiwa itu merupakan contoh yang baik (sampel yang baik :ciri kualitatifnya) bagi semua jenis peristiwa yang diselidiki? Dengan memilih peristiwa-peristiwa yang khusus, boleh dikatakan bahwa generalisasi itu akan kuat kedudukannya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperhitungkan kekecualian-kekecualian yang tidak sejalan dengan generalisasi itu. Kekecualian itu harus diperhitungkan denagn dasar yang rasional dan pemikiran logis.
Perumusan generalisasi itu sendiri juga harus absah.


B. Hipotesis
Secara bahasa hipotesis berasal dari dua kata, yaitu hypo artinya sebelum dan thesis artinya pernyataan atau pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Karena hipotesis merupakan pernyataan sementara yang masih lemah kebenarannya.

Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.

Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu diantaranya yaitu Penelitian sosial.

Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.

Penetapan hipotesis dalam sebuah penelitian memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan batasan dan memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
2. Mensiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antar fakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
3. Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
4. Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antar fakta.

- Ciri Hipotesis Yang Baik
Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat pertanyaan.
2. Hipotesis berisi penyataan mengenai hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.
3. Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan dapat menerangkan fakta.
4. Hipotesis harus dapat diuji (testable). Hipotesis dapat duji secara spesifik menunjukkan bagaimana variabel-variabel penelitian itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar variabel termaksud.
5. Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian.

Beberapa contoh hipotesis penelitian yang memenuhi kriteria yang tersebut di atas:
1. Olahraga teratur dengan dosis rendah selama 2 bulan dapat menurunkan kadar gula darah secara signifikan pada pasien IDDM.
2. Pemberian tambahan susu sebanyak 3 gelas per hari pada bayi umur 3 bulan meningkatkan berat badan secara signifikan.

- Jenis-Jenis Hipotesis
Penetapan hipotesis tentu didasarkan pada luas dan dalamnya serta mempertimbangkan sifat dari masalah penelitian. Oleh karena itu, hipotesispun bermacam-macam, ada yang didekati dengan cara pandang: sifat, analisis, dan tingkat kesenjangan yang mungkin muncul pada saat penetapan hipotesis.

Hipotesis dua arah dan hipotesis satu arah Hipotesis penelitian dapat berupa hipotesis dua-arah dan dapat pula berupa hipotesis satu-arah. Kedua macam tersebut dapat berisi pernyataan mengenai adanya perbedaan atau adanya hubungan.
Contoh hipotesis dua arah:
1. Ada perbedaan tingkat peningkatan berat badan bayi antara bayi yang memperoleh susu tambah 3 gelas dari ibu yang berperan ganda dan tidak berperan ganda.
2. Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan prestasi belajar siswa.
Hipotesis dua-arah memang kurang spesifik, oleh karena itu perlu diformulasikan dalam hipotesis satu-arah.
Contoh:
1. Terdapat perbedaan peningkatan berat badan bayi yang signifikan antara bayi yang memperoleh susu tambah 3 gelas dari ibu yang berperan ganda dan tidak berperan ganda.
2. Ada hubungan yang cukup kuat antara tingkat kecemasan siswa dengan prestasi belajar siswa.

- Hipotesis dalam penelitian Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak. Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan hipotesis. Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau mengukur secara cermat tentang fenomena yang diteliti tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis.
Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu:

Untuk menguji teori,
Mendorong munculnya teori,
Menerangkan fenomena sosial,
Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian,
Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.
- Tahap-tahap pembentukan hipotesis secara umum tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:

Penentuan masalah. Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.

Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis).

Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, observasi tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan. Pengumpulan fakta. Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
- Formulasi hipotesa.
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.
- Pengujian hipotesa.
artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat di observasi dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi(penyalahan) jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi(corroboration). Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
- Aplikasi/penerapan
apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.


C. Analogi
Analogi dalam bahasa Indonesia adalah kias (Arab: Qasa=mengukur, membandingkan). Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan dengan gagasan yang pertama.
Analogi merupakan salah satu teknik dalam proses penalaran induktif. Sehingga analogi kadang-kadang disebut juga sebagai analogi induktif, yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain.
Tujuan :
1.   Membantu seseorang menambah dan mempercepatkan kefahaman tentang sesuatu perkara.
2.  Membuat justifikasi   terhadap rumusan yang dibuat berdasarkan persefahaman antara satu objek dengan yang lain.
3. Untuk menonjolkan ciri am yang terdapat pada objek-objek tersebut.
4.  Memungkinkan seseorang mencipta analogi sendiri.
2.4.1       Macam-macam analogi
a. Analogi Induktif
Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan. Misalnya, Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.
b. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai. Misalnya, untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
Contoh Analogi :
1. Badannya kurus macam lidi
2. Benda itu bujur macam telur
3. Bangunan di Kuala Lumpur tumbuh macam cendawan
4. Kanak-kanak itu lapar seperti anak burung yang kehilangan ibu.
5. Orang itu garang macam harimau.



D. HUBUNGAN KAUSALITAS

Berupa sebab sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:


Hubungan sebab-akibat.Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.

Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai terlihat karena proses sosialisasi itu.


Hubungan akibat-sebab.Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari sebabnya.

Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki usia sekolah.


Hubungan sebab-akibat1-akibat2Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.

Contoh :
Mulai tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik. Minyak tanah, premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan harganya, karena pemerintah ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya ekonomi Indonesia makin wajar. Karena harga bahan baker naik, sudah barang tentu biaya angkutanpun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik, harga barang pasti akan ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus diperhitungkan. Naiknya harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.




Sumber :
- http://mefthaberfikir.blogspot.com/2012/05/berpikir-induktif-dan-deduktif.html
- http://albymoon.blogspot.com/2011/05/lima-pola-kalimat-induksiinduktif.html

















Deduktif

silogisme adalah merupakan suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Dan silofisme itu di atur dalam dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Kemudian silogisme mempunyai beberapa macam jenisnya, yaitu diantaranya sebagai berikut.

Jenis-jenis silogisme
1. silogisme katagorial
2. silogisme hipotetik
3. silogisme alternatif
4. entimen
5. silogisme disjungtif

Dari berbagai jenis silogisme diatas, memiliki arti yang berbeda, yang pertama yaitu :
 
1. Silogisme katagorial
Silogisme ini merupakan silogisme dimana semua proporsinya merupakan katagorial. Kemudian proporsisi yang mengandung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek).
Contoh :
- semua makhluk hidup pasti mati (premis mayor/premis umum)
- koala adalah hewan yang dilindungi (premis minor/premis khusus)
- koala pasti akan mati (konklusi/kesimpulan)

2. Silogisme hipotetik
Yang dimaksud dengan silogisme hipotetik itu adalah suatu argumen/pendapat yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.
Contoh :
- Apabila lapar saya makan roti (mayor)
- Sekarang lapar (minor)
- Saya lapar makan roti (konklusi)

3. Silogisme alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif itu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya.
Contoh :
- Dimas tinggal di bogor atau surabaya
- Dimas tinggal di surabaya
- Jadi, dimas tidak tinggal di bogor

4. Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulannya.
Contoh:
- Jodi berhak mendapatkan peringkat satu karena dia telah berusaha keras dalam belajar.
- Jodi telah berusaha keras dalam belajar, karena itu jodi layak mendapatkan peringkat satu.

5. Silogisme disjungtif
Silogisme disjungtif merupakan silogisme yang premis mayornya merupakan disjungtif, sedangkan premis minornya bersifat kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Contoh :
- Devan masuk sekolah atau tidak. (premis 1)
- Ternyata devan tidak masuk sekolah. (premis 2)
- Ia tidak masuk sekolah. (konklusi).

Sumber :

- http://putrisardyoriza.blog.com/2013/03/27/pengertian-dan-macam-macam-silogisme/



Penalaran


A. Pengertian penalaran

Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman, atau pendapat para ahli (otoritas).


B. Proposisi

adalah “pernyataan dalam bentuk kalimat yang memiliki arti penuh, serta mempunyai nilai benar atau salah, dan tidak boleh kedua-duanya”.

Maksud kedua-duanya ini adalah dalam suatu kalimat proposisi standar tidak boleh mengandung 2 pernyataan benar dan salah sekaligus.

Rumus ketentuannya :

Q + S + K + P

Keterangan :

Q : Pembilang / Jumlah

(ex: sebuah, sesuatu, beberapa, semua, sebagian, salah satu, bilangan satu s.d. tak terhingga)

Q boleh tidak ditulis, jika S (subjek) merupakan nama dan subjek yang pembilang nya sudah jelas berapa jumlahnya :

a. Nama (Pram, Endah, Ken, Missell, dll)

b. Singkatan (PBB, IMF, NATO, RCTI, ITC, NASA, dll)

c. Institusi (DPRD, Presiden RI, Menteri Keuangan RI, Trans TV, Bank Mega, Alfamart, Sampurna, Garuda Airways, dll)

S : Subjek adalah sebuah kata atau rangkaian beberapa kata untuk diterangkan atau kalimat yang dapat berdiri sendiri (tidak menggantung).

K : Kopula, ada 5 macam : Adalah, ialah, yaitu, itu, merupakan.

P : Kata benda (tidak boleh kata sifat, kata keterangan, kata kerja).

Contoh :


1. Gedung MPR terletak 500 meter dari jembatan Semanggi.

Jawaban :
1. Cari P (kata bendanya dulu) : Gedung MPR atau Jembatan Semanggi,

2. Pasang K (kopula) yang cocok : adalah

3. Bentuk S (subjek) yang relevan : (lihat contoh)

4. Cari bentuk Q – nya yang sesuai.

Benar :


Sebuah + gedung yang terletak 500 meter dari jembatan Semanggi + adalah + gedung MPR.

Salah

500 meter + dari jembatan Semanggi + adalah + gedung MPR.


C. Inferensi dan Implikasi
Inferensi merupakan sebuah pekerjaan bagai pendengar (pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur selalu harus siap dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk sampai pada suatu penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan pembicara atau (penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar (pembaca) mengadakan inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).

Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis

Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur).


a.Inferensi Langsung


Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.


Contoh:
Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.

Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.


Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.

Dari premis tersebut dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.


b.Inferensi Tak Langsung


Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.


Contoh:


A : Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.


B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.


Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.


C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.


Contoh yang lain;


A : Saya melihat ke dalam kamar itu.


B : Plafonnya sangat tinggi.


Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:


C: kamar itu memiliki plafon



D. Evidensi
Pada hakikatnya evidensi adalah semua yang ada semua kesaksian,semua informasi,atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran, fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukan dengan apa yang di kenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.



E. Cara menguji data
Data dan informasi yang di gunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap di gunakan sebagai evidensi. Di bawah ini beberapa cara yang dapat di gunakan untuk pengujian tersebut.

a.Observasi
b.Kesaksian
c.Autoritas


F. Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta,maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilitian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakinan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.


a.Konsistensi
b.Koherensi


G. Cara menilai autoritas
Seorang penulis yang baik dan obyektif selalu akan menghindari semua desas – desus, atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sunguh – sunguh didasarkan atas penelitian atau data – data eksperimental. Untuk menilai suatu autoritas, penulis dapat memeilih beberapa pokok berikut.



a. Tidak Mengandung Prasangka
Dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka, pendapat itu disusun oleh beradasarkan penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau berdasarkan pada hasil – hasil eksperimental yang dilakukannya.


b. Pengalam dan Pendidikan Autoritas
Dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu auoriatas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal.


c. Kemashuran dan Presite
Faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemasruhan dan prestise pribadi dibidang lain.


d. Khorensi dengan Kemajuan
Hal yang keempat yang perlu diperhatikan penulis argimentasi adalah apakah pendapat yang diberkan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau khoren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.













Sumber :


-http://tugas21109900softskills.blogspot.com/2012/03/laporan-bacaan-ringkasan-isi-bab.html
-http://abdulrazak11.blogspot.com/2013/03/penalaran-evidensi-inferensi.html
-http://andriksupriadi.wordpress.com/2010/04/01/pengertian-proposisi/
-http://hadi27.wordpress.com/penalaran-dalam-penulisan-karya-ilmiah/